Aspek
Hukum dalam Ekonomi
Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Nama
Anggota Kelompok :
1. Ajeng Wulandari (20213520)
2. Diah Khansa (22213329)
3. Lydia Mulia
Setiawan (25213107)
4. Nita Rosmawati (26213476)
5. Putri Aisyah
Aprilliana (26213992)
6. Ulfa Wulandari (29213030)
Kelas : 2EB19
Universitas
Gunadarma
Bekasi
2014-2015
A. Pengertian Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat (Curang)
Kata “ monopoli “ berasal dari kata
Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering
disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah “
antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang
artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam
praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan
pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah
tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai
pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi atau produk
subtitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk
menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum
persaingan pasar atau hukum tentang permintaan pasar.
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah
penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha.
Persaingan usaha tidak sehat
(curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan
hukum atau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1
butir 6 UU Antimonopoli,”Persaingan curang (tidak sehat ) adalah persaingan
antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum
atau menghambat persaingan usaha”.
B. Ruang Lingkup Aturan Antimonopoli
Dalam Undang-undang Fair Trading di
Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah
perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 %
penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan . Sementara dalam
Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu monopoli dan monopsoni terjadi
jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen )
pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999.
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang-
undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan
penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak
sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku usaha patut
diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
· Barang dan atau jasa yang bersangkutan
belum ada subtitusinya
· Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak
dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama
· Satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara
itu, pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang
Masyarakat Eropa sebagai :
Ø Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan
bebas dari pengendalian harga, dan
Ø Kebergunaan pelanggan, pemasok atau
perusahaan lain dalam pasar, yang bagi
mereka perusahaan yang dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang
harus ada
Ø Dalam ilmu hukum monopoli beberapa sikap
monopolistik yang mesti sangat dicermati dalam rangka memutuskan apakah suatu
tindakan dapat dianggap sebagai tindakan monopoli.
Sikap
monopolistik tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Mempersulit masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang
bersangkutan
2. Melakukan pemasungan sumber suplai yang
penting atau suatu
outlet distribusi yang penting.
3.
Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak
pesaingnya sulit untuk menandingi produk
atau jasa tersebut.
4. Integrasi ke atas atau ke bawah yang dapat
menaikkan persediaan
modal bagi pesaingnya atau membatasi
akses pesaingnya kepada
konsumen atau supplier.
5. Mempromosikan produk secara besar-besaran
6. Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.
7. Perbedaan harga yang dapat mengakibatkan
sulitnya bersaing
dari pelaku pasar yang lain.
8. Kepada pihak pesaing disembunyikan
informasi tentang
pengembangan produk , tentang waktu atau skala produksi.
9. Memotong harga secara drastis.
10. Membeli atau mengakuisisi pesaing- pesaing
yang tergolong kuat
atau tergolong prospektif.
11. Menggugat pesaing-pesasingnya atas tuduhan
pemalsuan hak
paten, pelanggaran hukum anti monopoli
dan tuduhan-tuduhan lainnya. ( Andersen, William R, 1985:214 dalam Munir Fuady,
2003: 8).
C. Tujuan Anti Monopoli
Tujuan
hukum AntiMonopoli diciptakan adalah :
· Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat
· Mengwujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,pelaku usaha
menegah dan pelaku usaha kecil
· Mencegah praktek monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha
· Terciptanya efektivitas dan efisiensi
dalam kegiatan usaha
Untuk
mencapai tujuan tersebut,ada beberapa perjanjian yang dilarang dan kegiatan
yang dilarang yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat
D. Perjanjian yang Dilarang
Salah satu yang diatur dalam UU
Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian tertentu yang dianggap dapat
menimbulkan monopoli atau persaingan curang.Dalam pasal1 butir 7 UU
Antimonopoli ,perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik secara tertulis
maupun secara lisan.Perjanjian yang dilarang dalam hukum anti monopoli yang
dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan curang, diantaranya :
Ø Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan
produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,sehingga mereka atau
seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Menurut
UU Antimonopoli pasal 4 ayat 1 dan 2, pengertian oligopoli adalah :
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain secara bersama sama dalam melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan persaingan curang.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau jasa
Karakteristik
barang- barang yang biasa diperdagangkan di pasar oligopoly adalah:
o Barang barang homogen,misalnya bensin,minyak
mentah,tenaga listrik ,batu bara,kaca,bahan bangunan,pupuk,pipa dan baja.
o Struktur pasar oligopoly biasanya ditandai
dengan kekuatan pasar pelaku usaha yang
kurang lebih sebanding dengan pelaku usaha sejenis ,baik dari segi modal maupun
dari segi segmen
o Hanya sedikit perusahaan dlam industry
o Pengambilan keputusan yang saling
mempengaruhi
o Kompetisi nonharga
Praktik oligopoli umumnya dilakukan
sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaanpotensial untuk
masuk ke pasar. Tujuan perusahaan melakukan oligopoli adalah sebagai salah satu
usaha untuk menikmati laba normal dibawah tingkat maksimum
Ø Penetapan harga(price fixing)
Perjanjian
penetapan harga yang dilarang dalam UU anti monopoli meliputi empat jenis
perjanjian yaitu :
§ Penetapan harga(price fixing)
§ Diskriminasi harga(price discrimination)
§
Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi(predatory pricing)
§
Pengaturan harga jual kembali(resale price maintenance)
A. Penetapan harga (price fixing)
Larangan
perjanjian penetapan harga terdapat dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 5. Larangan
penetapan harga adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang /jasa yang harus
dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan.penetapan
harga ini dilarang karena penetapan harga bersama sama akan menyebabkan tidak
berlakunya hokum pasar tentang harga yang terbentuk dari adanyapenawaran dan
permintaan.
Namun
larangan perjanjian penetapan harga dikecualikan terhadap 2 hal yaitu:
· Perjanjian yang didasarkan oleh UU
yang berlaku, termasuk penetapan harga yang diizinkan atau dikordinasi
pemerintah
· Perjanjian penetapan harga yang dibuat
dalam suatu usaha patungan
B. Diskriminasi harga (price discrimination)
Dalam
UU no.5 tahun 1999 pasal 6 ,pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang
mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang yang sama.
Macam-macam
diskriminasi harga,diantaranya:
· Diskriminasi harga primer
· Diskriminasi harga sekunder
· Diskriminasi harga umum
· Diskriminasi harga geografis
· Diskriminasi harga tingkat pertama
· Diskriminasi harga tingkat kedua
· Diskriminasi harga secara langsung
· Diskriminasi harga secara tidak langsung
C. Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 7,
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga dibawah harga pasar yang dapat mengakibatkan persaingan usaha
tidak sehat
Penetapan
harga dibawah harga pasar atau penetapan harga dibawah harga marjinal
(antidumping) agar pesaingnya mengalami kerugian karena barang/jasanya tidak
laku padahal harga barang sesuai dengan harga pasar.
D. Penetapan harga jual kembali
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 8,
pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang /jasa tidak akan menjual atau memasok kembali
barang/jasa yang diterimanya dengan harga yang lebih rendah dari harga yang
telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.
E.
Perjanjian pemboikotan (Group Boycot)
Perjanjian pemboikotan
merupakan salah satu strategi yang dilakukan diantara pelaku usaha lain dari
pasar yang sama. Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha
yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Ada
2 macam prjanjian pembloikotan yang dilarang dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 10
yaitu:
· Perjanjian yang dapat menghalangi
pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama ,baik untuk tujuan pasar
dalam maupun luar negri.
· Perjanjian untuk menolak dalam menjual
setiap barang dan jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut
merugikan pelaku usaha lain dan membatasi pelakku usaha lain dalam menjual atau
membeli setiap barang/jasa yang bersangkutan.
F.
Perjanjian kartel
Larangan perjanjian kartel diatur
dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 11 yang berbunyi” pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi
harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak
sehat.Perjanjian kartel merupakan perjanjian yang kerap kali terjadi dalam
praktek monopoli.
Perjanjian kartel merupakan salah
satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam praktik monopoli. Secara
sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara keduanya. Dengan kata lain, kartel (cartel) adalah
kerjasama dari produesen-produsen produk
tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, serta harga untuk
melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Praktik
kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha
untuk dapat memengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka.
Mereka berasumsi apabila produksi
mereka di dalam pasar dikurangi, sedangkan permintaan terhadap produk mereka di
dalam pasar tetap maka akan berakibat pada terkereknya harga ke tingkat yang
lebih tinggi. Sebaliknya, apabila di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah
tentu akan berdampak terhadap penurunan harga produk mereka di pasar.
E. Perjanjian Trust
Larangan
perjanjian trust ini di atur dalam pasal 11 UU Antimonopoli yang menyatakan
bahwa palaku usaha di larang membuat perjanjian dengan palaku usaha lain untuk
melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
Untuk
dapat mengontrol produksi atau pemasaran produk di pasar, para pelaku usaha
ternyata tidak hanya cukup dengan membuat perjanjian kartel di antara mereka,
tetapi juga mereka terkadang membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar (trust), dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya. Trust merupakan wadah antar
perusahaan yang di desain untuk membatasi persaingan dalam biidang usaha atau
industry tertentu. Gabungan antara beberapa perusahaan dalam bentuk trust di
maksudkan untuk mengendalikan pasokan secara kolektif, dengan melibatkan
trustee sebagai koordinator penentu harga.
F. Perjanjian Oligopsoni
UU antimonopoli mengatur larangan
perjanjian oligopsoni dalam pasal 13 sebagai berikut :
· Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama
mengusai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
· Pelaku usaha patut di duga atau di
anggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
sebagaimana di maksud dalam ayat ayat (1) apabila 2(dua) atau 3(tiga) pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% panga pasar satu
Janis barang atau jasa tertentu.
Oligopsoni adalah struktur pasar yang di
dominasi oleh sejumlah konsumen yang memiliki control atas pembelian. Struktur
pasar ini memiliki kesamaan dengan struktur pasar oligopoly. Hanya saja
struktur pasar ini terpusat di pasar input. Dengan demikian, distorsi yang di
timbulkan oleh kolusi antar pelaku pasar akan mendistorsi pasar input.
Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktik antipersaingan yang cukup
unik.
Hal
ini karena dalam praktik oligopsoni, yang menjadi korban adalah produsen atau
penjual, sedangkan biasanya untuk bentuk-bentuk praktik antipersaingan lain
(seperti penetapan harga, diskriminasi harga, dan kartel) yang menjadi korban
umum nya adalah konsumen.
Dalam
oligopsoni, konsumen membuat kesepaktan dengan konsumen lain dengan tujuan agar
mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau penerimaan pasokan yang
pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa pada pasar yang
bersangkutan.
Dalam oligopsoni, ada beberapa hal yang
perlu di perhatikan, yakni kemungkinan-kemungkinan perjanjian tersebut
memfasilitasi kolusi penetapan harga sehingga menimbulkan efek antipersaingan.
Perjanjian tersebut tidak akan memfasilitasi kolusi harga apabila pembelian
produk yang di lakukan dengan perjanjian ini hanya berjumlah relatif kecil
terhadap total pembelian di pasar tersebut. Selain itu, apabila perjanjian
tidak menghalangi anggotanya untuk melakukan pembelian kepada pihak lain secara
independen maka joint purchasing tersebut tidak merugikan persaingan.
G. Perjanjian Integrasi Vertikal (Vertical
Integration)
Pasal 14 UU Antimonopoli mengatur bahwa
pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan/atau jasa tetentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.
Integrasi
vertical merupakan perjanjian yang terjadi antara beberapa pelaku usaha yang
berada pada tahapan produksi atau operasi dan/atau distribusi yang berbeda,
namun saling terkait. Bentuk perjanjian yang terjadi berupa penggabungan
beberapa atau seluruh keigatan operasi yang berurutan dalam sebuah rangkaian
produksi atau operasi.
Mekanisme
hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan usah lainnya yang bersifat
integrasi vertical dalam perspektif hukum persaingan, khususnya UU no 5
tahun1999 di gambarkan dalam suatu rangkaian produksi atau operasi. Rangkaian
ini merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suau rangkaian
langsung maupun tidak langsung (termasuk juga rangkaian produksi barang
dan/atau jasa substitusi dan/atau komplementer). Lebih lanjut, mekanisme
hubungan kegiatan usaha yang bersifat integrasi vertical dapat di lihat pada
skema produksi yang menggambarkan hubungan dari atas ke bawah, yang sering di
sebut juga dengan istilah dari suatu kegiatan usaha yang di kategorikan sebagai
integrasi vertical ke belakang atau ke hulu, yaitu apabila kegiatan tersebut
mengintegrasikan beberapa kegiatan yang mengarah pada penyediaan bahan baku
dari produk utama.
H. Perjanjian Tertutup (Exlusive Dealing)
Larangan perjanjian tetutup di atur dalam
pasal 15 UU Antimonopolu sebagai berikut :
§ Pelaku usaha di larang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau
jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau jasa ke pada tempat tertentu.
§ Pelaku usaha di larang membuat perjanjian
dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari
pelaku usaha pemasok.
§ Pelaku usah di larang membuat perjanjian
mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang
memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari
pelaku usaha pemasok.
· Harus bersedia membeli barang dan/atau
jasa lain dari pelaku usaha pemasok,
· Tidak akan membeli barang dan/atau
jasa yang asama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari
pelaku usaha pemasok
.
Perjanjian tertutup adalah suatu
pernjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada
proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa. Perjanjian
tertutup ini terdirid atas exlusive distribution agreement dan tying agreement.
I. Exlusive Distribution Agreement
Exlusive Distribution Agreement yang di
maksud adalah pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima pihak hanya akan memasok atau tidak memasok kembali produk
tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja, atau dengan kata
lain pihak distributor di paksa hanya boleh memasok produk kepada pihak
tertentu dan tempat tertentu saja oleh pelaku usaha manufaktur.
Permsalahan dalam perjanjian tertutup
adalah kemungkinan matinya suatu pelaku usaha karena tidak mendapatkan bahan
baku atau tidak mempunyai distributor yang akan menjual produknya. Selain itu,
perjanjian tertutup juga, dapat menyebabkan meningkatnya halangan untuk masuk
ke pasar.
Exlusive distribution agreement biasanya di
buat oleh pelaku usaha manufaktur yang memiliki beberapa perusahaan yang
mendistribusikan hasil produksinya. Pelaku usaha tersebut tidak menghendaki
terjadinya persaingan di tingkat distributor sehingga dapat berpengaruh
terhadap harga produk yang mereka psaok ke pasar. Agar harga produk mereka
tetap stabil, pihak manufaktur membuat perjanjian dengan
distributor-distributor nya untuk membagi konsumen dan dan wilayah pasokan agar
tidak terjadi bentrokan antar sesame distributor atau tidak terjadi persaingan
intrabrand.
J. Tying Agreement
Tying agreement terjadi apabila suatu
perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada
level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barnag
atau jasa yang hanya akan di lakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga
akan membeli atau menyewa barang lainnya.
Melalui praktik tying agreement, pelaku
usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying
produk (barang atau jasa yang pertama kali di jual) ke tied produk (barang atau
jasa yang di paksa harus di beli juga oleh konsumen). Dengan memiliki kekuatan
monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying produk dan tied produk), pelaku
usaha dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Agar
perusahaan competitor dapat bersaing maka mau tidak mau harus melakukan hal
yang sama, yaitu melakukan praktik tying
agreement.
K. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri
Peranjian dengan pihak luar negeri menjadi
terlarang jika melakukan perjanjian yang dapat merusak persaingan usaha dan
melakukan tindak monopoli. Larangan perjanjian dengan pihak luar negeri dalam
pasal 16 UU Antimonopoli yang berbunyi “Pelaku usaha di larang membuat
perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopolidan atau persaingan usaha tidak
sehat”.
Berdasarkan pasal tersebut, terdapat
ketentuan khusus untuk melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain. Adapun
pengguna pasal ini adalah pada kasus bilamana suatu perusahaan asing tidak
melakukan kegiatan di pasar Indonesia, tetapi berpengaruh dengan pasar
Indonesia melalui perjanjian. Dengan kata lain, pasal 16 UU Antimonopoli tidak
dapat di terapkan terhadap perjanjian bilamana kedua belah pihak berkedudukan
di luar negeri, sedangkan dampaknya hanya terasa di Indonesia.
L. Kegiatan yang di larang
a) Monopoli
Monopoli
merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap pembahasan
pembentukan hukum persaingan usaha.monopoli itu sendiri sebenarnya bukan
merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hkum apabila diperoleh
dengan cara-cara yang adil dan tidak melanggar hukum.oleh karena itu,monopoli
belum tentu dilarang oleh hukum persaingan usaha.yang dilarang justru adalah
perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang mempunyai monopoli untuk menggunakan
kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasa disebut sebagai praktik monopoli
(monopolizing) atau monopolisasi.sebuah perusahaan dikatakan telah melakukan
monopolisasi apabila pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau
mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai
tujuan untuk melakukannya.
Definisi monopoli dalam pasal 1 butir 1 UU
Antimonopoli adalah”penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.”selanjutnya,peraturan mengenai monopoli diatur pasal 17 UU Antimonopoli
dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengsakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usah tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila barang dan jasa yang bersangkutan
belum ada substitusinya. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke
dalam persaingan usaha barang dan jasa yang sama satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang
dan jasa tertentu.
Pengertian
monopoli secara umum adalah apabila ada satu pelaku usaha -(penjual) yang
ternyata adalah satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu dan
pada pasar tersebut tidak terdapat produk substitusi (pengganti).
Praktik
monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha
yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaranbarang atau jasa tertentu
sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
Pemusatan
kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar barang atau jasa
tertentu oleh satu atau lebih pelaku usaha yang dengan penguasaan itu pelaku
usaha tersebut dapat menentukan harga barang atau jasa (price fixing).
b) Monopsoni
monopsoni
merupakan sebuah pasar di mana hanya terdapat seorang pembeli atau pembeli
tunggal.dalam pasar monopsoni,harga barang atau jasa biasanya akan lebih rendah
dari harga pada pasar yang kompetituif.pembel;i tunggal ini pun biasanya akan
menjual dengan cara monopoli atau dengan harga lebih tinggi.pada kondisi inilah
potensi kerugian masyarakat akan timbul karena pebeli harus membayar dengan
harga yang mahal dan juga terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat.
UU Antimonopoli pada pasal 18 secara khusus
menegaskan sebagai berikut.
1. Pelaku usaha dilarang mengusasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patit diduga atau dianggap
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Berdasarkan
isi pasal 18 UU Antimonopoli dapat dikatakan bahwa monopsoni merupakan suatu
keadaan bilamana suatu kelompok usaha menguasai pangsa pasar yang besar untuk
membeli sebuah produk sehingga perilaku pembeli tunggal tersebut akan dapat
mengakikbatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dan
apabila pembeli tunggal tersebut juga menguasai lebih dari 50% pangsa pasar
suatu jenis produk atau jasa.
c) Penguasaan pasar
Penguasaan
pasar merupakan keinginan dari hampir semua pelaku usaha.hal ini karena
penguasaan pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif dengan tingkat
keuntungan yang mungkin dapat diperoleh oleh pelaku usaha.
UU Antimonopoli dalam pasal 19 mengatur
penguasaan pasar sebagai berikut.
Pelaku
usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan ,baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat berupa:
a.
Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha
yang sama pada pasar bersangkutan.
b.
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha tertentu untuk melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu
c. Membatasi peredaran dan penjualan barang
dan jasa pada pasar bersangkutan melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku
usaha tertentu
d) Jual rugi (predatory pricing)
Kegiatan
jual rugi (predatory pricing) merupakan suatu bentuk penjualan atau pemasokan
barang atau jasa dengan cara jual rugi yang bertujuan untuk mematikan
pesaingnya.berdasarkan sudut pandang ekonomi,jual rugi dapat dilakukan dengan
menetapkan harga yang tidak wajar,bilamana harga lebih rendah daripada biaya
variabel rata-rata.
Pasal
20 UU Antimonopoli menyebutkan:
“
pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara
melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.”
M. KECURANGAN
DALAM MENETAPKAN BIAYA PRODUKSI
UU
Antimonopoli juga menganggap bahwa salah
satu aspek yang dapat dipersalahkan sebagai penguasaan pasar yang dilarang
adalah kecurangan dalam menetapkan biaya produksi.Pasal 21 UU Antimonopoli
menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan
biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang
dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinyapersaingan usaha tidak sehat.
Pasal
21 ini sebenarnya berbeda dengan pasal 20,meskipun pada prinsipnya keduanya
sama,yaitu pada akhirnya menjual barang dengan harga di bawah biaya
produksi.namun,dalam pasal 21,penekanannya adlah pada kecurangan yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang berhubungan dengan biasya produksinya. Berdasarkan
rumusan pasal 21 UU,dapat diketahui bahwa pasal ini menganut prinsip rule of
reason.dengan demikian,kalaupun terjadi kecurangan ,si pelaku tidak otomatis
melanggar UU No.5 tahun 1999.Untuk dinyatakan bersalah,haruslah dibuktikan
terlebih dahulu bahwa kecurangan tersebut tidak mempunyai alasan-alasan yang
dapat diterima dan juga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
N. PERSEKONGKOLAN (CONSPIRACY/COLLUCION)
Pengertian
Persekongkolan usaha yang diatur dalam
pasal 1 butir 8 UU Nomor 5 Tahun 1999 yakni ”sebagai bentuk kerja sama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”
3
bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang UU Antimonopoli,yaitu:
1. Persekongkolan tender
2. Persekongkolan untuk memperoleh rahasia
perusahaan
Sebagaimana
diketahui yang namanya “rahasia perusahaan” adalah property dari perusahaan
yang bersangkutan.Karena tidak boleh dicuri,dibuka atau dipergunakan oleh orang
lain tanpa seijin pihak perusahaan yang bersangkutan.Ini adalah prinsip hukum
bisnis yang sudah berlaku secara universal.
.
3. Persekongkolan untuk menghambat pasokan
produk.
Salah
satu strategi tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan berupaya agar
produk-produk dari si pesaing menjadi tidak baik dari segi mutu, jumlah atau
ketetapan waktu ketersedianya atau waktu yang telah dipersyratkan.
O. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA(KPPU) DAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN DI
INDONESIA
Peranan
KPPU dalam penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.
Untuk
mengawasi pelaksanaan UU Antimonopoli
dibentuklah seuah komisi.Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU
Antimonopoli yang menginstrusikan bahwa pembentukan susunan organisasi,tugas
dan fungsi komisi ditetapkan melalui keputusan Presiden.Komisi ini kemudian
dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 75 Tahun 1999 dan diberi naama dengan Komisi
Persaingan Usaha (KPPU).
P. TUGAS DAN WEWENANG KPPU
Pasal
35 UU Antimonopoli menentukan bahwa tugas-tugas KPPU adalah sebagai berikut.
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha
dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penilaian terhadap atau tidak
adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjainya praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang
komisi sebagaimana diatur dalam pasal 36 UU Antimonopoli.
5.
Memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidaak sehat.
6. Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang
berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1997.
7. Memberikan laporan secara berkala atas
hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.
Dalam
menjalankan tugas-tugas tersebut ,melalui Pasal 36 UU Antimonopoli, KPPU
diberikan wewenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari
pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidaak sehat.
2. Melakukan penelitian dtentang dugaan adanya kegiatan usaha daan/atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan
terhadap kasus dugaan praktim monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau
oleh pelaku usaha atau yang ditemukan sebagai komiisi hasil penelitianya.
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau
pemeriksaan tentang ada tau tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan
usaaha tidak sehat.
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli.
6. Memanggil daan menghhadirkan saksi ,saksi
aahli,dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU
Antimonopoli
.7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku
usaha,saksi,saksi ahli,atau setiap orang yang dimaksud dalam poin 5 dan 6
tersebut diatas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi 8
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah
dalam kaitanya dengan penyelidikan
dan/atau pemeiksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU
Antimonopoli.
9. Mendapatkan meneliti,dan/atau menilai surat
,dokumen ,atau alat bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan/atau
pemeriksaan.
10. Memutuskan dan menetapkan ada tau tidak
adanya kerugian dipihak pelaku usaha
lain atau masyarakat.
11. Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
12. Manjatuhkan sanksi berupa tindakan
administratif kepada pelaku usaha
yang
melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
Jadi
,KPPU berwenang dalam melakukan penelitian daan penyelidikan dan akhirnya
memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU Antimonopoli atau tidak.Pelaku usaha yang merasa keberatan terhadap putusan KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14
(empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan
keberatan ke Pengadilan Negeri.
Contoh
Kasus
Salah
satu bidang usaha yang di duga mengalami persaingan usaha Tidak Sehat adalah di
Bidang makanan olahan Seperti mie instan. Hal ini di sebabkan karena banyaknya
makanan olahan yang di miliki eh PT.Indofood Sukses Makmur yang Tersebar di
seluruh daerah di Indonesia, yang Terlihat lebih mendominasi di bandingkan
dengan makanan olahan yang lain. Berdasarkan artikel dari Kapanlagi.com, adanya
indikasi atau dugaan yang kuat dalam persaingan usaha tidak sehat yang
dilakukan oleh PT.Indofood Sukses Makmur, Membuat LSM, akademi, praktisi dan
perusahaan yang sejenis, melaporkan PT.Indofood Sukses Makmur Ke KPPU. Hal
tersebut membuat KPPU sebagai lembaga independen, melakukan monitoring terhadap
PT.Indofood Sukses Makmur.
PT.
Indofood Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku usaha yang tersebar dalam
Industri mie instan, yang telah terbukti memiliki pangsa pasar produk lebih
dari 50% (lima puluh persen) dan berada dalam posisi dominan yang di maksudkan
pada pasal 1 ayat (4) dan pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999. Meskipun
Demikian, pada kenyataannya KPPU melihat bahwa PT.Indofood Sukses Makmur tidak
terbukti melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang
akan menghambat pelaku usaha lain untuk
melakukan persaingan bisnis mie instan . Hal ini terbukti dengan semakin banyak
pelaku usaha mie instan lain yang tetap
berjalannya meskipun pangsa pasar mereka sangat kecil. KPPU melihat bahwa
PT.Indofood Sukses Makmur telah melakukan praktek monopoli secara sehat. Karena
dugaan terhadap PT.Indofood Sukses Makmur tidak terbukti. maka KPPU memutuskan
hanya memonitoring PT.Indofood Sukses Makmur sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar