Sabtu, 24 September 2016

Tulisan Minggu KE 7 #



Subhanallah… Inilah Kemuliaan Ibu dalam Kosa Kata Al Qur’an


وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” 
(QS. Luqman : 14)


 ( Ilustrasi:Foto)


Syahida.com – Ibu, dialah sumber kasih sayang; mengasuh dan memberi tanpa batas. Dialah prajurit malam yang selalu berjaga dan terjaga. Menemani ketidakberdayaan kita. Dia yang selalu mendahulukan anaknya dari dirinya sendiri, mencintai tanpa menuntut balas.




  ( Ilustrasi:Foto)



Ibu, sebuah kata yang jujur nan kuat, diucapkan semua makhluk hidup dalam bahasanya masing-masing. Dengan kata ‘ibu’ pada makhluk itu mendapatkan kasih sayang, ketulusan hati, kehangatan, pengorbanan, cinta yang agung, yang dicipta dan ditumbuhkan Allah dalam diri semua ibu terhadap anak-anaknya. Karena itu, Allah SWT berwasiat kepada manusia untuk taat kepadanya, seperti juga Rasul-Nya telah berpesan agar kita senantiasa berbakti kepadanya.

Ada dua kata yang selalu dipakai Al Qur’an untuk menyebutkan ibu: “Umm” dan “Walidah”. Kata “umm”, digunakan Al Qur’an untuk menyebutkan sumber yang baik dan suci untuk hal yang besar dan penting. Maka Makkah Al Mukarramah disebut “Ummul Qura” karena kota ini adalah tempat turunnya risalah yang diberikan Allah azza wa Jalla kepada Islam, yang merupakan inti ajaran para rasul dan semua risalah. Allah berfirman,

وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا ۚ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۖ وَهُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.” (QS. Al An’am : 92)

Imam As Suddi mengatakan, disebut Ummul Qura’, kerena Makkah rumah yang pertama kali dibangun di tempat itu.

Allah juga menyebutkan kata “umm” untuk sesuatu yang menghimpun ilmu-Nya, yaitu pada lafaz “Ummul Kitab”. Allah berfirman,

يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar Raad : 39)

Pada kerangka inilah, Al Qur’an kemudian membedakan antara kata “umm” dan “walidah”, di mana Allah menyebut “walidah” kepada perempuan yang melahirkan anak, tanpa melihat karakter dan sifatnya yang baik atau yang buruk. Karena ternyata ada juga segelintir ibu yang tak punya hati terhadap anaknya. Kata “walidah” digunakan hanya karena adanya proses melahirkan, baik bagi manusia maupun makhluk lain, dengan keadaan-keadaan yang menyertainya; hamil dan menyusui, seperti firman Allah,

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233)

Ibu yang dibahasakan “walidah” inilah tempat menumpahkan segala bakti, pemuliaan, tanpa membedakan apakah ia baik atau tidak. Allah berfirman,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra : 23)

Bahkan meskipun si ibu adalah seorang pelaku maksiat dan kafir.

Adapun “umm”, seperti telah disebutkan di atas, Al Qur’an menggunakannya untuk menyebutkan sesuatu yang menjadi sumber kemuliaan, merupakan simbol pengorbanan, penebusan, kesucian, kejernihan, cinta dan kasih sayang. Sumber yang menjadikan seseorang tumbuh menjadi manusia yang terhormat, menemukan kemuliaan dan bangga menisbahkan dirinya kepada ibu yang melahirkannya. Mari kita perhatikan perbedaan  itu ketika Isa alaihissalaam bicara soal kewajiban berbakti dan menghormati ibu, dimana Allah SWT berfirman,

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

“dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam : 32)

Namun ketika Al Qur’an mengisahkan tentang Isa as dan tentang karakter dan sifat ibunya yang mulia, Ia menggunakan kata “umm”. Allah berfirman,

مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ ۖ كَانَا يَأْكُلَانِ الطَّعَامَ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الْآيَاتِ ثُمَّ انظُرْ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ

“Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al Maidah : 75)

Pun ketika Al Qur’an hendak menarik perhatian anak-anak agar memperhatikan ibu yang telah melahirkannya dengan segala kendala dan kesulitan, Al Qur’an menggunakan kata “umm”. Karena dari ibu,  memancarkan cahaya kesabaran dan kemuliaan pada hari kiamat, sehingga kita diperintahkan untuk memuliakannya di dunia dengan pemuliaan yang mutlak dan tanpa batas.

Di sini kita bisa melihat betapa indahnya bahasa Al Qur’an. Ketika ia berpesan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua, Al Qur’an menggunakan kata “al walidain”, tapi setelah itu ia menyebut ibu dengan kata “umm” karena keutamaannya lebih di atas ayah. Allah berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman : 14)

Imam Asy Syarbini, seperti juga dikatakan Syaikh Muhammad bin Amin, “Ibu disebutkan secara khusus karena menanggung beban berat dan banyak dari rasa sakit dan kesulitan dalam melahirkan, menyusui, dan mengasuh.” Ar Razi mengatakan, “Karena itu hak ibu lebih agung.”

Begitulah Al Qur’an bicara soal keutamaan ibu. Demikian pula, ketika Al Qur’an hendak memberitakan kepada kita dalamnya cinta ibu kepada anak-anaknya, dan besarnya kasih sayang dan kelembutannya kepada mereka, kembali Al Qur;an menyebutnya dengan kata “umm”. Allah berfirman,

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَىٰ فَارِغًا ۖ إِن كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلَا أَن رَّبَطْنَا عَلَىٰ قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

‘Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).“ (QS. Al Qashahs : 10)

Dan ketika Al Qur’an menceritakan betapa bahagianya ibunda Musa setelah bertemu kembali anaknya, Al Qur’an juga menggunakan kata “umm”.  Allah berfirman,

إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ مَن يَكْفُلُهُ ۖ فَرَجَعْنَاكَ إِلَىٰ أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ ۚ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا ۚ فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَىٰ قَدَرٍ يَا مُوسَىٰ

“(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir’aun): “Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?” Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun diantara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa,” (QS. Thaha : 40)

Ketika menunjukkan kesucian dan kemuliaan para istri Rasulullah SAW, Al Qur’an pun menyebut mereka dengan “al Ummahat”, bukan “al walidat”. Allah berfirman,

النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَن تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُم مَّعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا

“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).” (QS. Al Ahzab : 6)

Al Qur’an yang lafaz-lafaznya kaya makna, begitu dalam menjelaskan kepada kita tentang ibu. Maka selamilah itu, agar kita bisa lebih memahami ibu, keajaiban yang Allah karuniakan kepada kita. [Syahida.com]

Sumber : Majalah Tarbawi,  Sulthan Hadi




Tulisan Minggu KE 6 # ( Etika Profesi Akuntansi )



Etika Profesi Akuntansi

Dalam dunia lembaga akuntansi, ada yang namanya kode etik profesi akuntansi, seorang akuntan profesional harus memiliki Etika Profesi Akuntansi.

Di Indonesia, kode etik ini di gawangi oleh organisasi profesi akuntansi, Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI )

Tujuan dari kode etik profesi akuntansi ini diantaranya adalah :

-  Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

-  Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

-  Untuk menjunjung tinggi martabat profesi

-  Untuk meningkatkan mutu profesi.

-  Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

-  Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

-  Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

-  Menentukan baku standar


.Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, meliputi 3 bagian:

    Prinsip Etika,
    Aturan Etika, dan
    Interpretasi Aturan Etika


Prinsip Etika memberikan dasar kerangka bagi aturan etika yang mengatur suatu pelaksanaan jasa profesionall oleh anggota.

Prinsip Etika disahkan oleh kongres serta berlaku untuk seluruh anggotanya

Sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan mengikat hanya kepada anggota Himpunan yang bersangkutan.

Interpretasi Aturan Etika adalah interpretasi yang ditetapkan oleh Badan yang di bentuk oleh Himpunan setelah mendengarkan/memerhatikan tanggapan dari anggota dan juga pihak berkepentingan yang lain

Kemudian digunakan sebagai panduan menerapkan Aturan Etika tanpa bermaksud untuk membatasi lingkup dan juga penerapan nya.

Prinsip Etika Profesi Akuntan

1.      Tanggung Jawab Profesi.

    Ketika melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang profesional, setiap anggota harus mempertimbangkan moral dan juga profesional di dalam semua kegiatan yang dilakukan.

2.      Kepentingan Publik,

    Setiap anggota harus senantiasa bertindak dalam krangka memberikan pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan yang diberikan publik, serta menunjukkan komitmen nya sebagai profesional.

3.      Integritas

    Untuk meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota wajib memenuhi tanggung jawabnya sebagai profesional dengan tingkat integritas yang setinggi mungkin

4.      Obyektivitas

    Setiap anggota berkwajiban untuk menjaga tingkat ke-obyektivitas-nya dan terbebas dari benturan-benturan kepentingan dalam menjalankan tugas kewajiban profesional

5.      Kompetensi dan sifat kehati-hatian profesional

    Setiap anggota wajib menjalankan jasa profesional dengan kehati hatian, kompetensi dan ketekunan

    Juga berkwajiban untuk mempertahankan keterampilan profesional pada tingkatan yang dibutuhkan

    Ini untuk memastikan bahwa klien mendapatkan manfaat dari jasa profesional yang diberikan dengan kompeten berdasar pada perkembangan praktik, legislasi serta teknik yang mutakhir.

6.      Kerahasiaan

    Anggota harus menghormati kerahasiaan informasi selama melaksanakan jasa profisional

    Tidak boleh menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut jika tanpa persetujuan terlebih dahulu

    Kecuali memiliki hak atau kewajiban sebagai profesional atau juga hukum untuk mengungkapkan informasinya.

7.      Perilaku Profesional

    Tiap anggota wajib untuk berperilaku konsisten dengan reputasi yang baik dan menjauhi kegiatan/tindakan yang bisa mendiskreditkan profesi.

8.      Standar Teknis

    Anggota harus menjalankan jasa profesional sesuai standar teknis dan standar profesional yang berhubungan/relevan.

    Setiap anggota wajib untuk melaksanakan penugasan dari klien selama penugasan tersebut tidak berseberangan dengan prinsip integritas dan prinsip objektivitas


Dalam kode etik yang telah disebutkan pada Etika Profesi Akuntansi sudah diatur bagaimana para akuntan harus bertindak.

Namun pada kenyataan, penyimpangan oleh para akuntan banyak terjadi.

Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan tentu saja berdampak buruk terhadap nama baik maupun tingkat kredibilitas akuntan dimata publik.


Sumber :