Rabu, 20 Mei 2015

Permasalahan Ekonomi Dunia ( Softskill Individu )

Masalah Kemiskinan di Indonesia


A.      Latar Belakang Masalah
 Kemiskinan merupakan suatu masalah bagi Negara-negara di seluruh dunia, kemiskinan merupakan penyakit sosial ekonomi bagi Negara berkembang dan Negara maju seperti Inggris dan Amerika. Di Inggris kemiskinan terjadi sekitar tahun 1700 pada masa kebangkitan revousi di Eropa. Amerika Serikat sendiri mengalami kemiskinan pada tahun 1930-an, saat itu ekonomi mereka mengalami depresi dan resesi ekonomi yang hebat namun setelah tiga puluh tahun kemudian mereka tercatat  menjadi Negara Adidaya dan terkaya di dunia.

Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara spesifik kemiskinan di Indonesia. Terdapat dua kondisi yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunanaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan buatan terjadi karena imbas dari para birokrat kurang kompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari masalah kemiskinan tersebut.



 Rumah di pinggir kali di Jakarta. (2004)

B.      Pembahasan
Kemiskinan sendiri adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2010 lalu masyarakat miskin di Indonesia mencapai 13,33 persen atau sebanyak 31,02 juta orang dari jumlah penduduk Indonesia. Di akhir tahun 2010, jumlah kemiskinan tersebut tentunya tidak jauh berbeda. Ini berarti kemiskinan masih merupakan masalah besar bangsa ini. Bayangkan dengan jumlah penduduk miskin sebesar itu, kita mencatatkan diri sebagai Negara yang orang miskinnya lebih banyak dari jumlah penduduk Negara tetangga Malaysia yang berpenduduk 26,79 juta orang di tahun yang sama.

Mengukur kemiskinan

Gambaran kemiskinan di Mumbai, India oleh Antônio Milena/ABr.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Diskusi tentang kemiskinan
Dalam sebuah lingkungan belajar, terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan ini beralih ke kemiskinan pada umumnya, yaitu efek Matthew. Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal. Kemiskinan dunia Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi." Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari PPP$2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah :
Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka usaha secara mandiri.

 

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.

1.Indikator-indikator kemiskinan
Untuk bisa menjawab dari permasalahan kemiskinan, penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut. Indikator-indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Statistika adalah sebagai berikut :
-  Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandan, pangan dan papan).
-  Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
- Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak ada investasi untuk pendidikan dan keluarga).
- Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
- Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
- Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
- Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
- Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
- Ketidakmampuan dan ketidak tergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
Peta dunia memperlihatkan persentase manusi yang hidup di bawah batas kemiskinan nasional. Perhatikan bahwa garis batas ini sangat berbeda-beda menurut masing-masing negara, sehingga kita sulit membuat perbandingan.

2.Penyebab kemiskinan  
 Persoalan kemiskinan di Negara berkembang merupakan fenomen global. Karenanya diperlukan peran dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta ataupun pekerja sosial untuk menangani masalah kemiskinan. Terlebih dalam memberikan masukkan (input) dan melakukan perencanaan strategis (strategic planning) tentang suatu kebijakan pemerintah.
Perlu dibahas tentang macam-macam dan penyebab munculnya kemiskinan yang secara tidak langsung menjadi standar global. Pertama, kemiskinan kebudayaan; biasanya disebabkan adanya kesalahan pada subjeknya. Misalnya malas, tidak percaya diri, gengsi, tak memiliki jiwa wirausaha yang kompatibel, tidak mempunyai kemampuan dan keahlian, dan sebagainya. Kedua kemiskinan struktural; ini biasanya terjadi disebabkan faktor eksternal yang melatarbelakangi kemiskinan itu sendiri. Faktor eksternal itu disebabkan kinerja dari pemerintah di antaranya: pemerintah yang tidak adil, korupsi, paternalisitik, birokrasi yang berbelit, dan sebagainya.
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan :
           penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
           penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
           penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
           penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
           penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

3.Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia erat sekali hubungannya dengan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), hal ini dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia yang meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana ditunjukan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia di tahun 2002 yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara Negara-negara ASEAN.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk miskin di pedesaan relativ lebih tinggi dibanding perkotaan. Data Susenas (survei sosial ekonomi nasional) pada tahun 2004 menunjukan bahwa sekitar 69,0 persen penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di sector pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.

4.Kebijakan dan Program Pengentasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.

Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.

Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.

Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.

C.      Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan masalah yang telah dibahas di atas, untuk keluar dari masalah kemiskinan tersebut kita seharusnya paham tentang apa yang dimaksud kemiskinan dan faktor-faktor penting penyebab masalah kemiskinan tersebut. Dan pengentasan kemiskinan tidak bisa kita serahkan kepada pemerintah saja, tetapi juga harus dibantu oleh sektor lain dan harus dimulai dari diri kita sendiri. Pemerintah pun harus mempunyai program pengentasan kemiskinan yang lebih baik dari yang sudah ada dan diharapkan pemerintah baik di kota atau daerah bisa menjalankan dengan sejujur mungkin tanpa adanya korupsi yang saat ini merajalela. Bila itu bisa terlaksana dengan baik maka dipastikan keadaan ekonomi di Indonesia bisa lebih baik dari sekarang dan penyakit sosial ekonomi ini dipastikan akan berkurang.


Sumber

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT




Aspek Hukum dalam Ekonomi
Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
Nama Anggota Kelompok   :
1.  Ajeng Wulandari          (20213520)
2.  Diah Khansa               (22213329)
3.  Lydia Mulia Setiawan  (25213107)
4.  Nita Rosmawati           (26213476)
5.  Putri Aisyah Aprilliana (26213992)
6.  Ulfa Wulandari            (29213030)

Kelas     : 2EB19


Universitas Gunadarma
Bekasi
2014-2015


A.   Pengertian Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Curang)

            Kata “ monopoli “ berasal dari kata Yunani yang berarti “ penjual tunggal “. Disamping itu istilah monopoli sering disebut juga “Antitrust” untuk pengertian yang sepandan dengan istilah “ antimonopoli “ atau istilah “dominasi” yang dipakai oleh masyarakat Eropa yang artinya sepadan dengan arti istilah “ monopoli “ dikekuatan pasar. Dalam praktek keempat istilah tersebut yaitu istilah monopoli, antitrust, kekuatan pasar dan istilah dominasi saling ditukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi atau produk subtitusi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan pasar.
            Menurut UU  nomor 5 tahun 1999 pasal 1  butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha.
            Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan hukum  atau menghambat persaingan usaha.
            Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,”Persaingan curang (tidak sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”.


B.   Ruang Lingkup Aturan Antimonopoli

            Dalam Undang-undang Fair Trading di Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 % penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan . Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999.



            Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila :
·         Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya
·         Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama
·         Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 % (lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Sementara itu, pengertian posisi dominan dipasar digambarkan dalam sidang-sidang Masyarakat Eropa sebagai :
Ø  Kemampuan untuk bertindak secara merdeka dan bebas dari pengendalian harga, dan
Ø  Kebergunaan pelanggan, pemasok atau perusahaan lain dalam pasar, yang bagi  mereka perusahaan yang dominant tersebut merupakan rekan bisnis yang harus ada
Ø  Dalam ilmu hukum monopoli beberapa sikap monopolistik yang mesti sangat dicermati dalam rangka memutuskan apakah suatu tindakan dapat dianggap sebagai tindakan monopoli.
Sikap monopolistik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mempersulit masuknya para pesaing ke dalam bisnis yang
      bersangkutan
2.    Melakukan pemasungan sumber suplai yang penting atau suatu
       outlet distribusi yang penting.
3. Mendapatkan hak paten yang dapat mengakibatkan pihak
       pesaingnya sulit untuk menandingi produk atau jasa tersebut.
4.   Integrasi ke atas atau ke bawah yang dapat menaikkan persediaan
       modal bagi pesaingnya atau membatasi akses pesaingnya kepada
       konsumen atau supplier.
5.    Mempromosikan produk secara besar-besaran
6.    Menyewa tenaga-tenaga ahli yang berlebihan.
7.  Perbedaan harga yang dapat mengakibatkan sulitnya bersaing
      dari pelaku pasar yang lain.
8.    Kepada pihak pesaing disembunyikan informasi tentang
      pengembangan produk , tentang waktu atau skala produksi.
9.    Memotong harga secara drastis.
10.  Membeli atau mengakuisisi pesaing- pesaing yang tergolong kuat
       atau tergolong prospektif.
11.  Menggugat pesaing-pesasingnya atas tuduhan pemalsuan hak
      paten, pelanggaran hukum anti monopoli dan tuduhan-tuduhan lainnya. ( Andersen, William R, 1985:214 dalam Munir Fuady, 2003: 8).

C.   Tujuan Anti Monopoli

Tujuan hukum AntiMonopoli diciptakan adalah :
·         Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
·         Mengwujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,pelaku usaha menegah dan pelaku usaha kecil
·         Mencegah praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha
·         Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
Untuk mencapai tujuan tersebut,ada beberapa perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat


D.   Perjanjian yang Dilarang

    Salah satu yang diatur dalam UU Antimonopoli adalah dilarangnya perjanjian tertentu yang dianggap dapat menimbulkan monopoli atau persaingan curang.Dalam pasal1 butir 7 UU Antimonopoli ,perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain  dengan nama apapun baik secara tertulis maupun secara lisan.Perjanjian yang dilarang dalam hukum anti monopoli yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan curang, diantaranya :
Ø  Oligopoli
      Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,sehingga mereka atau seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
Menurut UU Antimonopoli pasal 4 ayat 1 dan 2, pengertian oligopoli adalah :
1.    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain secara bersama sama dalam melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang/jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan curang.
2.    Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
Karakteristik barang- barang yang biasa diperdagangkan di pasar oligopoly adalah:
o   Barang barang homogen,misalnya bensin,minyak mentah,tenaga listrik ,batu bara,kaca,bahan bangunan,pupuk,pipa dan baja.
o   Struktur pasar oligopoly biasanya ditandai dengan  kekuatan pasar pelaku usaha yang kurang lebih sebanding dengan pelaku usaha sejenis ,baik dari segi modal maupun dari segi segmen
o   Hanya sedikit perusahaan dlam industry
o   Pengambilan keputusan yang saling mempengaruhi
o   Kompetisi nonharga
            Praktik oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaanpotensial untuk masuk ke pasar. Tujuan perusahaan melakukan oligopoli adalah sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal dibawah tingkat maksimum
Ø  Penetapan harga(price fixing)
Perjanjian penetapan harga yang dilarang dalam UU anti monopoli meliputi empat jenis perjanjian yaitu :
§  Penetapan harga(price fixing)
§  Diskriminasi harga(price discrimination)
§ Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi(predatory pricing)
§ Pengaturan harga jual kembali(resale price maintenance)


A.    Penetapan harga (price fixing)
Larangan perjanjian penetapan harga terdapat dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 5. Larangan penetapan harga adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang /jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang bersangkutan.penetapan harga ini dilarang karena penetapan harga bersama sama akan menyebabkan tidak berlakunya hokum pasar tentang harga yang terbentuk dari adanyapenawaran dan permintaan.

Namun larangan perjanjian penetapan harga dikecualikan terhadap 2 hal yaitu:
·         Perjanjian yang didasarkan oleh UU yang berlaku, termasuk penetapan harga yang diizinkan atau dikordinasi pemerintah
·         Perjanjian penetapan harga yang dibuat dalam suatu usaha patungan


B.    Diskriminasi harga (price discrimination)
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 6 ,pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang yang sama.
Macam-macam diskriminasi harga,diantaranya:
·         Diskriminasi harga primer
·         Diskriminasi harga sekunder
·         Diskriminasi harga umum
·         Diskriminasi harga geografis
·         Diskriminasi harga tingkat pertama
·         Diskriminasi harga tingkat kedua
·         Diskriminasi harga secara langsung
·         Diskriminasi harga secara tidak  langsung


C.    Penetapan harga dibawah harga pasar  atau jual rugi
            Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 7, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
Penetapan harga dibawah harga pasar atau penetapan harga dibawah harga marjinal (antidumping) agar pesaingnya mengalami kerugian karena barang/jasanya tidak laku padahal harga barang sesuai dengan harga pasar.

D.    Penetapan harga jual kembali
            Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 8, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang /jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang/jasa yang diterimanya dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.


 E.   Perjanjian pemboikotan (Group Boycot)
                Perjanjian pemboikotan merupakan salah satu strategi yang dilakukan diantara pelaku usaha lain dari pasar yang sama. Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

Ada 2 macam prjanjian pembloikotan yang dilarang dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 10 yaitu:
·         Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama ,baik untuk tujuan pasar dalam maupun luar negri.
·         Perjanjian untuk menolak dalam menjual setiap barang dan jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut merugikan pelaku usaha lain dan membatasi pelakku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang/jasa yang bersangkutan.

F. Perjanjian kartel

            Larangan perjanjian kartel diatur dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 11 yang berbunyi” pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk memengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.Perjanjian kartel merupakan perjanjian yang kerap kali terjadi dalam praktek monopoli.
            Perjanjian kartel merupakan salah satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam praktik monopoli. Secara sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan diantara keduanya.  Dengan kata lain, kartel (cartel) adalah kerjasama dari  produesen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, serta harga untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu.
Praktik kartel merupakan salah satu strategi yang diterapkan diantara pelaku usaha untuk dapat memengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi mereka.
            Mereka berasumsi apabila produksi mereka di dalam pasar dikurangi, sedangkan permintaan terhadap produk mereka di dalam pasar tetap maka akan berakibat pada terkereknya harga ke tingkat yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila di dalam pasar produk mereka melimpah, sudah tentu akan berdampak terhadap penurunan harga produk mereka di pasar.





E.   Perjanjian Trust
Larangan perjanjian trust ini di atur dalam pasal 11 UU Antimonopoli yang menyatakan bahwa palaku usaha di larang membuat perjanjian dengan palaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Untuk dapat mengontrol produksi atau pemasaran produk di pasar, para pelaku usaha ternyata tidak hanya cukup dengan membuat perjanjian kartel di antara mereka, tetapi juga mereka terkadang membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar (trust), dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya. Trust merupakan wadah antar perusahaan yang di desain untuk membatasi persaingan dalam biidang usaha atau industry tertentu. Gabungan antara beberapa perusahaan dalam bentuk trust di maksudkan untuk mengendalikan pasokan secara kolektif, dengan melibatkan trustee sebagai koordinator penentu harga.

F.    Perjanjian Oligopsoni

    UU antimonopoli mengatur larangan perjanjian oligopsoni dalam pasal 13 sebagai berikut :
·         Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama mengusai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
·         Pelaku usaha patut di duga atau di anggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana di maksud dalam ayat ayat (1) apabila 2(dua) atau 3(tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% panga pasar satu Janis barang atau jasa tertentu.
      Oligopsoni adalah struktur pasar yang di dominasi oleh sejumlah konsumen yang memiliki control atas pembelian. Struktur pasar ini memiliki kesamaan dengan struktur pasar oligopoly. Hanya saja struktur pasar ini terpusat di pasar input. Dengan demikian, distorsi yang di timbulkan oleh kolusi antar pelaku pasar akan mendistorsi  pasar input.   Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktik antipersaingan yang cukup unik.
Hal ini karena dalam praktik oligopsoni, yang menjadi korban adalah produsen atau penjual, sedangkan biasanya untuk bentuk-bentuk praktik antipersaingan lain (seperti penetapan harga, diskriminasi harga, dan kartel) yang menjadi korban umum nya adalah konsumen.
Dalam oligopsoni, konsumen membuat kesepaktan dengan konsumen lain dengan tujuan agar mereka secara bersama-sama dapat menguasai pembelian atau penerimaan pasokan yang pada akhirnya dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa pada pasar yang bersangkutan.
      Dalam oligopsoni, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, yakni kemungkinan-kemungkinan perjanjian tersebut memfasilitasi kolusi penetapan harga sehingga menimbulkan efek antipersaingan. Perjanjian tersebut tidak akan memfasilitasi kolusi harga apabila pembelian produk yang di lakukan dengan perjanjian ini hanya berjumlah relatif kecil terhadap total pembelian di pasar tersebut. Selain itu, apabila perjanjian tidak menghalangi anggotanya untuk melakukan pembelian kepada pihak lain secara independen maka joint purchasing tersebut tidak merugikan persaingan.

G.   Perjanjian Integrasi Vertikal (Vertical Integration)

    Pasal 14 UU Antimonopoli mengatur bahwa pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tetentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.
Integrasi vertical merupakan perjanjian yang terjadi antara beberapa pelaku usaha yang berada pada tahapan produksi atau operasi dan/atau distribusi yang berbeda, namun saling terkait. Bentuk perjanjian yang terjadi berupa penggabungan beberapa atau seluruh keigatan operasi yang berurutan dalam sebuah rangkaian produksi atau operasi.
Mekanisme hubungan antara satu kegiatan usaha dengan kegiatan usah lainnya yang bersifat integrasi vertical dalam perspektif hukum persaingan, khususnya UU no 5 tahun1999 di gambarkan dalam suatu rangkaian produksi atau operasi. Rangkaian ini merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam suau rangkaian langsung maupun tidak langsung (termasuk juga rangkaian produksi barang dan/atau jasa substitusi dan/atau komplementer). Lebih lanjut, mekanisme hubungan kegiatan usaha yang bersifat integrasi vertical dapat di lihat pada skema produksi yang menggambarkan hubungan dari atas ke bawah, yang sering di sebut juga dengan istilah dari suatu kegiatan usaha yang di kategorikan sebagai integrasi vertical ke belakang atau ke hulu, yaitu apabila kegiatan tersebut mengintegrasikan beberapa kegiatan yang mengarah pada penyediaan bahan baku dari produk utama.

H.   Perjanjian Tertutup (Exlusive Dealing)

    Larangan perjanjian tetutup di atur dalam pasal 15 UU Antimonopolu sebagai berikut :
§  Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan/atau jasa ke pada tempat tertentu.
§  Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
§  Pelaku usah di larang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok.
·         Harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok,
·         Tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang asama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok
.
            Perjanjian tertutup adalah suatu pernjanjian yang terjadi antara mereka yang berada pada level yang berbeda pada proses produksi atau jaringan distribusi suatu barang atau jasa. Perjanjian tertutup ini terdirid atas exlusive distribution agreement dan tying agreement.

I.      Exlusive Distribution Agreement

    Exlusive Distribution Agreement yang di maksud adalah pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku  usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima pihak hanya akan memasok atau tidak memasok kembali produk tersebut kepada pihak tertentu atau pada tempat tertentu saja, atau dengan kata lain pihak distributor di paksa hanya boleh memasok produk kepada pihak tertentu dan tempat tertentu saja oleh pelaku usaha manufaktur.
    Permsalahan dalam perjanjian tertutup adalah kemungkinan matinya suatu pelaku usaha karena tidak mendapatkan bahan baku atau tidak mempunyai distributor yang akan menjual produknya. Selain itu, perjanjian tertutup juga, dapat menyebabkan meningkatnya halangan untuk masuk ke pasar.
    Exlusive distribution agreement biasanya di buat oleh pelaku usaha manufaktur yang memiliki beberapa perusahaan yang mendistribusikan hasil produksinya. Pelaku usaha tersebut tidak menghendaki terjadinya persaingan di tingkat distributor sehingga dapat berpengaruh terhadap harga produk yang mereka psaok ke pasar. Agar harga produk mereka tetap stabil, pihak manufaktur membuat perjanjian dengan distributor-distributor nya untuk membagi konsumen dan dan wilayah pasokan agar tidak terjadi bentrokan antar sesame distributor atau tidak terjadi persaingan intrabrand.

J.    Tying Agreement

    Tying agreement terjadi apabila suatu perusahaan mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang berada pada level yang berbeda dengan mensyaratkan penjualan ataupun penyewaan suatu barnag atau jasa yang hanya akan di lakukan apabila pembeli atau penyewa tersebut juga akan membeli atau menyewa barang lainnya.

    Melalui praktik tying agreement, pelaku usaha dapat melakukan perluasan kekuatan monopoli yang dimiliki pada tying produk (barang atau jasa yang pertama kali di jual) ke tied produk (barang atau jasa yang di paksa harus di beli juga oleh konsumen). Dengan memiliki kekuatan monopoli untuk kedua produk sekaligus (tying produk dan tied produk), pelaku usaha dapat menciptakan hambatan bagi calon pelaku usaha  pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Agar perusahaan competitor dapat bersaing maka mau tidak mau harus melakukan hal yang sama, yaitu melakukan praktik  tying agreement.

K.    Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

    Peranjian dengan pihak luar negeri menjadi terlarang jika melakukan perjanjian yang dapat merusak persaingan usaha dan melakukan tindak monopoli. Larangan perjanjian dengan pihak luar negeri dalam pasal 16 UU Antimonopoli yang berbunyi “Pelaku usaha di larang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopolidan atau persaingan usaha tidak sehat”.
    Berdasarkan pasal tersebut, terdapat ketentuan khusus untuk melakukan perjanjian dengan pelaku usaha lain. Adapun pengguna pasal ini adalah pada kasus bilamana suatu perusahaan asing tidak melakukan kegiatan di pasar Indonesia, tetapi berpengaruh dengan pasar Indonesia melalui perjanjian. Dengan kata lain, pasal 16 UU Antimonopoli tidak dapat di terapkan terhadap perjanjian bilamana kedua belah pihak berkedudukan di luar negeri, sedangkan dampaknya hanya terasa di Indonesia.

L.    Kegiatan yang di larang

a)    Monopoli

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha.monopoli itu sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hkum apabila diperoleh dengan cara-cara yang adil dan tidak melanggar hukum.oleh karena itu,monopoli belum tentu dilarang oleh hukum persaingan usaha.yang dilarang justru adalah perbuatan-perbuatan dari perusahaan yang mempunyai monopoli untuk menggunakan kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasa disebut sebagai praktik monopoli (monopolizing) atau monopolisasi.sebuah perusahaan dikatakan telah melakukan monopolisasi apabila pelaku usaha mempunyai kekuatan untuk mengeluarkan atau mematikan perusahaan lain dan pelaku usaha tersebut telah melakukannya atau mempunyai tujuan untuk melakukannya.

    Definisi monopoli dalam pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli adalah”penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”selanjutnya,peraturan mengenai monopoli diatur pasal 17 UU Antimonopoli dengan ketentuan sebagai berikut.

1.    Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengsakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usah tidak sehat.

2.    Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila barang dan jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan jasa yang sama satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang dan jasa tertentu.

Pengertian monopoli secara umum adalah apabila ada satu pelaku usaha -(penjual) yang ternyata adalah satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu dan pada pasar tersebut tidak terdapat produk substitusi (pengganti).
Praktik monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan pemasaranbarang atau jasa tertentu sehingga  dapat menimbulkan  persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar barang atau jasa tertentu oleh satu atau lebih pelaku usaha yang dengan penguasaan itu pelaku usaha tersebut dapat menentukan harga barang atau jasa (price fixing).

b)    Monopsoni

monopsoni merupakan sebuah pasar di mana hanya terdapat seorang pembeli atau pembeli tunggal.dalam pasar monopsoni,harga barang atau jasa biasanya akan lebih rendah dari harga pada pasar yang kompetituif.pembel;i tunggal ini pun biasanya akan menjual dengan cara monopoli atau dengan harga lebih tinggi.pada kondisi inilah potensi kerugian masyarakat akan timbul karena pebeli harus membayar dengan harga yang mahal dan juga terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat.

    UU Antimonopoli pada pasal 18 secara khusus menegaskan sebagai berikut.
1.  Pelaku usaha dilarang mengusasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

2.  Pelaku usaha patit diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Berdasarkan isi pasal 18 UU Antimonopoli dapat dikatakan bahwa monopsoni merupakan suatu keadaan bilamana suatu kelompok usaha menguasai pangsa pasar yang besar untuk membeli sebuah produk sehingga perilaku pembeli tunggal tersebut akan dapat mengakikbatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dan apabila pembeli tunggal tersebut juga menguasai lebih dari 50% pangsa pasar suatu jenis produk atau jasa.
c)    Penguasaan pasar

Penguasaan pasar merupakan keinginan dari hampir semua pelaku usaha.hal ini karena penguasaan pasar yang cukup besar memiliki korelasi positif dengan tingkat keuntungan yang mungkin dapat diperoleh oleh pelaku usaha.

    UU Antimonopoli dalam pasal 19 mengatur penguasaan pasar sebagai berikut.
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan ,baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha tertentu untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu
 c. Membatasi peredaran dan penjualan barang dan jasa pada pasar bersangkutan melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

d)    Jual rugi (predatory pricing)

Kegiatan jual rugi (predatory pricing) merupakan suatu bentuk penjualan atau pemasokan barang atau jasa dengan cara jual rugi yang bertujuan untuk mematikan pesaingnya.berdasarkan sudut pandang ekonomi,jual rugi dapat dilakukan dengan menetapkan harga yang tidak wajar,bilamana harga lebih rendah daripada biaya variabel rata-rata.

Pasal 20 UU Antimonopoli menyebutkan:

“ pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang atau jasa dengan cara melakukan jual beli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.”

M.    KECURANGAN  DALAM MENETAPKAN BIAYA PRODUKSI

UU Antimonopoli  juga menganggap bahwa salah satu aspek yang dapat dipersalahkan sebagai penguasaan pasar yang dilarang adalah kecurangan dalam menetapkan biaya produksi.Pasal 21 UU Antimonopoli menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinyapersaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21 ini sebenarnya berbeda dengan pasal 20,meskipun pada prinsipnya keduanya sama,yaitu pada akhirnya menjual barang dengan harga di bawah biaya produksi.namun,dalam pasal 21,penekanannya adlah pada kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berhubungan dengan biasya produksinya. Berdasarkan rumusan pasal 21 UU,dapat diketahui bahwa pasal ini menganut prinsip rule of reason.dengan demikian,kalaupun terjadi kecurangan ,si pelaku tidak otomatis melanggar UU No.5 tahun 1999.Untuk dinyatakan bersalah,haruslah dibuktikan terlebih dahulu bahwa kecurangan tersebut tidak mempunyai alasan-alasan yang dapat diterima dan juga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

N.    PERSEKONGKOLAN (CONSPIRACY/COLLUCION)

Pengertian Persekongkolan  usaha yang diatur dalam pasal 1 butir 8 UU Nomor 5 Tahun 1999 yakni ”sebagai bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”

3 bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang UU Antimonopoli,yaitu:

1.    Persekongkolan tender

2.   Persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan
Sebagaimana diketahui yang namanya “rahasia perusahaan” adalah property dari perusahaan yang bersangkutan.Karena tidak boleh dicuri,dibuka atau dipergunakan oleh orang lain tanpa seijin pihak perusahaan yang bersangkutan.Ini adalah prinsip hukum bisnis yang sudah berlaku secara universal.
.
3.    Persekongkolan untuk menghambat pasokan produk.
Salah satu strategi tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan berupaya agar produk-produk dari si pesaing menjadi tidak baik dari segi mutu, jumlah atau ketetapan waktu ketersedianya atau waktu yang telah dipersyratkan.

O.    KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN  USAHA(KPPU) DAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN DI INDONESIA

Peranan KPPU dalam penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.
Untuk mengawasi pelaksanaan UU  Antimonopoli dibentuklah seuah komisi.Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU Antimonopoli yang menginstrusikan bahwa pembentukan susunan organisasi,tugas dan fungsi komisi ditetapkan melalui keputusan Presiden.Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 75 Tahun 1999 dan diberi naama dengan Komisi Persaingan Usaha (KPPU).

P.    TUGAS DAN WEWENANG KPPU

Pasal 35 UU Antimonopoli menentukan bahwa tugas-tugas KPPU adalah sebagai berikut.
1.    Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan     terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
2.    Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3.    Melakukan penilaian terhadap atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjainya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha.
4.    Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur dalam pasal 36 UU Antimonopoli.
5.    Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidaak sehat.
6.    Menyusun pedoman dan/atau publikasi yang berkaitan dengan UU Nomor 5 Tahun 1997.
7.    Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut ,melalui Pasal 36 UU Antimonopoli, KPPU diberikan wewenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

1.    Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidaak sehat.
2.    Melakukan penelitian dtentang dugaan  adanya kegiatan usaha daan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau  persaingan usaha tidak sehat.
3.    Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktim monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat   atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan sebagai komiisi hasil penelitianya.
4.    Menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang ada tau tidak adanya praktik monopoli dan/atau persaingan usaaha tidak sehat.
5.    Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU Antimonopoli.
6.    Memanggil daan menghhadirkan saksi ,saksi aahli,dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU Antimonopoli
.7.    Meminta bantuan  penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,saksi,saksi ahli,atau setiap orang yang dimaksud dalam poin 5 dan 6 tersebut diatas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi 8
8.    Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitanya dengan penyelidikan  dan/atau pemeiksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.
9.    Mendapatkan meneliti,dan/atau menilai surat ,dokumen ,atau alat bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
10.    Memutuskan dan menetapkan ada tau tidak adanya  kerugian dipihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11.    Memberitahukan putusan komisi  kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
12.    Manjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan UU Antimonopoli.

Jadi ,KPPU berwenang dalam melakukan penelitian daan penyelidikan dan akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU Antimonopoli  atau tidak.Pelaku usaha yang merasa  keberatan terhadap putusan  KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri.


Contoh Kasus
Salah satu bidang usaha yang di duga mengalami persaingan usaha Tidak Sehat adalah di Bidang makanan olahan Seperti mie instan. Hal ini di sebabkan karena banyaknya makanan olahan yang di miliki eh PT.Indofood Sukses Makmur yang Tersebar di seluruh daerah di Indonesia, yang Terlihat lebih mendominasi di bandingkan dengan makanan olahan yang lain. Berdasarkan artikel dari Kapanlagi.com, adanya indikasi atau dugaan yang kuat dalam persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh PT.Indofood Sukses Makmur, Membuat LSM, akademi, praktisi dan perusahaan yang sejenis, melaporkan PT.Indofood Sukses Makmur Ke KPPU. Hal tersebut membuat KPPU sebagai lembaga independen, melakukan monitoring terhadap PT.Indofood Sukses Makmur.
PT. Indofood Sukses Makmur merupakan salah satu pelaku usaha yang tersebar dalam Industri mie instan, yang telah terbukti memiliki pangsa pasar produk lebih dari 50% (lima puluh persen) dan berada dalam posisi dominan yang di maksudkan pada pasal 1 ayat (4) dan pasal 25 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999. Meskipun Demikian, pada kenyataannya KPPU melihat bahwa PT.Indofood Sukses Makmur tidak terbukti melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang akan menghambat  pelaku usaha lain untuk melakukan persaingan bisnis mie instan . Hal ini terbukti dengan semakin banyak pelaku usaha  mie instan lain yang tetap berjalannya meskipun pangsa pasar mereka sangat kecil. KPPU melihat bahwa PT.Indofood Sukses Makmur telah melakukan praktek monopoli secara sehat. Karena dugaan terhadap PT.Indofood Sukses Makmur tidak terbukti. maka KPPU memutuskan hanya memonitoring PT.Indofood Sukses Makmur sampai saat ini.