Minggu, 29 Juni 2014

PI ( UKM )



Perkembangan Dan Peranan UKM bagi
Perekonomian Indonesia

 

1 EB 20
Nama Kelompok       :
Ajeng Wulandari     (20213520)
Ani Findriyanti        (21213039)
Dwi Pratiwi              (22213689)
Ulfa Wulandari       (29213030)
Yuni Rido Asih         (29213594)

BAB I
Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Indonesia menjadi negara dengan UKM  paling optimistis ketiga di Asia, setelah India dan Vietnam, untuk menambah modal usaha pada semester 11/2009. 
Di Indonesia, jumlah UKM  hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih. Jumlah tersebut bukan merupakan angka yang kecil bagi kita. Hal itu menunjukkan bahwa minat  usaha dari masyarakat  kecil di Indonesia sangatlah besar. Namun  masih banyak juga masyarakat yang enggan untuk berwirausaha.  Hal tersebut disebabkan karena alasan minimnya modal. Indonesia  memang memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. Masih banyak masyarakat Indonesia yang masih jauh dari kemakmuran. Memilki penghasilan yang minim, pekerjaan yang tidak tetap atau kerja serabutan, bahkan tidak sedikit pula penduduk Indonesia yang  malah tidak memiliki pekerjaan sama sekali atau pengangguran menjadikan masyarakat Indonesia jauh dari kemakmuran. Hal tersebut disebabkan karena minimnya pendidikan serta keahlian yang dimiliki. Banyaknya masyarakat Indonesia yang belum mampu  mengenyam bangku sekolahan menjadi salah satu faktor penyebab dari banyaknya angka pengangguran di Indonesia, apalagi saat ini jenjang pendidikan sangat diperhatikan dalam dunia kerja. UKM-UKM yang telah banyak berdiri di Indonesia telah sangat membantu untuk mengatasi masalah tersebut, Survei HSBC berjudul Emerging Markets Small Business Confidence Monitor menunjukkan UKM di Indonesia memperlihatkan peningkatan paling signifikan, di mana 13% di antara mereka akan  meningkatkan modal. Hal tersebut menjadi berita gembira bagi masyarakat Indonesia.  SteveMiller, Head of Business Banking HSBC Indonesia, mengatakan saat ini UKM diIndonesia lebih siap untuk bertindak, berbeda dengan hasil survei pada Januari 2009, yang  mana dalam menghadapi krisis, mereka lebih bersikap menunggu dan melihat perkembangan. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan UKM-UKM yang ada di Indonesia.
Dalam menghadapi persaingan di Zaman Era Globalisasi yang sedang bergulir tahun 2014, UKM  Republik Indonesia dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar.
Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.

B.  Masalah
UKM di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.

C.  Tujuan
Selain bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, tanpa disadari UKM  juga mampu mengurangi angka pengangguran di masyarakat, sekaligus  juga meningkatkan  tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebab banyaknya UKM yang berdiri telah mampu memperkerjakan jutaan tenaga kerja yang tadinya menjadi pengangguran. Dengan begitu, kesejahteraan  masyarakat akan meningkat  serta lebih terjamin. UKM  juga memiliki pengaruh besar terhadap jumlah Pendapatan Negara.  Beberapa jenis UKM  menjadi sumber devisa Negara, dengan kata lain UKM  telah menjadi investasi bagi Negara. Terutama UKM dibidang  pertanian dan kerajinan. Sektor  pertanian di Indonesia telah menjadi salah satu komoditas yang besar bagi kebutuhan dalam negeri atau bahkan sabagai komoditas ekspor bagi Indonesia.






BAB II
Pembahasan

a.  Perkembangan UKM bagi Perekonomian Indonesia

Wiraswasta dalam usaha bisnis menengah dan kecil sangat menunjang perekonomian bangsa Indonesia dikarenakan dengan adanya unit usaha kecil dan menengah selain mengurangi jumlah angka penganguran UKM juga berperan penting yang dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu jumlah unit usaha yang terbentuk, penyerapan tenaga kerja, peranannya dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan sumbangannya terhadap ekspor nasional. Sektor UKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UKM juga telah terbukti tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

Selama 1997-2006, jumlah perusahaan berskala UKM mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Sumbangan UKM terhadap produk domestik bruto mencapai 54%-57%. Sumbangan UKM terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 96%. Sebanyak 91% UKM melakukan kegiatan ekspor melalui pihak ketiga eksportir/pedagang perantara. Hanya 8,8% yang berhubungan langsung dengan pembeli/importir di luar negeri.Kualitas jasa juga dapat dimaksimalkan dengan adanya penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi ini dapat memberikan kontribusi positif dalam pengelolaan, sehingga organisasi dapat lebih terkontrol dengan mudah. Oleh sebab itu, organisasi harus selalu mengikuti dinamika perubahan teknologi yang terjadi.

Di negara-negara maju keberhasilan usaha kecil menengah ditentukan oleh kemampuan akan penguasaan teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan usaha kecil menengah adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UKM. Pengembangan pusat inovasi desain sesuai dengan kebutuhan pasar, pengembangan pusat penyuluhan dan difusi teknologi yang lebih tersebar ke lokasi-lokasi Usaha Kecil Menengah dan peningkatan kerjasama antara asosiasi-asosiasi UKM dengan Perguruan Tinggi atau pusat-pusat penelitian untuk pengembangan teknologi UKM perlu terus ditumbuhkan.
Amerika Serikat memiliki budaya etik bisnis tinggi dan penggunaan teknologi yang sudah maju, Jepang sukses dengan penerapan One Village One Product (OVOP), China Taipeh selama ini dikenal sukses dalam mengembangkan bisnis UKM-nya dalam segala bidang, Singapura yang sukses mengembangkan sektor ritelnya yang sebagian besar berbasis koperasi dan UKM serta  Korea Selatan,  dengan pengembangan "green business technology". Bagi Indonesia peran strategis UKM dalam struktur perekonomian sangat penting untuk ditingkatkan konstribusinya melalui penguatan UKM  sebagai sektor usaha yang tidak berkaitan ataupun memiliki utang luar negeri terbukti berdaya tahan tinggi menghadapi krisis ekonomi, karena sektor usaha ini menggunakan input lokal hampir 99,99 persen. Sampai saat ini menunjukkan, sektor UKM di Indonesia juga merupakan pelaku usaha terbesar dari sisi jumlah unit usaha yang mencapai 99% dari total pelaku usaha nasional pada tahun 2012. Sebanyak 54.559 unit usaha atau 98,82% di antaranya merupakan usaha mikro dengan aset maksimal Rp 50 juta dan omzet per tahun maksimal Rp 300 juta. Kontribusi UKM terhadap penciptaan PDB (produk domestik bruto) nasional menurut harga berlaku, tercatat mencapai 57%.

Dengan demikian UKM juga merupakan pemasok bagi perusahaan yang berorientasi ekspor sehingga usulan Indonesia untuk menjadikan penguatan UKM sebagai salah satu usulan bahasan dalam APEC 2013, merupakan langkah tepat yang perlu mendapatkan dukungan internal, khususnya dalam mempersiapkan langkah-langkah konkrit agar prospek UKM Indonesia memiliki daya saing dan perluasan penetrasi pasar guna memenangkan persaingan global. Upaya-upaya untuk terus meningkatkan daya saing produk UKM dan meningkatkan penetrasi pasar internasional merupakan suatu keniscayaan, berbagai langkah perlu terus ditingkatkan dalam memacu kreativitas dan inovasi yang tinggi terutama dalam  penyajian desain, sebagai keunggulan UKM Indonesia, apalagi bila dikaitkan dengan kearifan budaya lokal, Indonesia mempunyai potensi desain yang lebih kaya.


Dan salah satu hambatan terbesar yang dihadapi UKM adalah manajemen yang bersifat tradisional atau manajemen kekeluargaan. Sehingga hal tersebut mempersulit pihak perbankan untuk menyalurkan kreditnya. Untuk itu, pemda perlu melakukan pembinaan kepada UKM. Tujuan pembinaan itu adalah untuk meningkatnya kemampuan manajerial pengusaha UKM dalam menangani aspek-aspek manajemen usaha yang lebih kompleks, mampu menetapkan strategi pemasaran yang lebih luas, manajemen logistik dan distribusi, ekspansi usaha, pembiayaan jangka panjang, manajemen SDM dan pengukuran kinerja usaha. UKM juga akan lebih bankable, terorganisasi, bervisi, mandiri, dan semakin besar. Bankable artinya diakui oleh bank  sebagai perusahaan yang sehat dan menjadi mitra perbankan. Agar sebuah usaha bisa bertumbuh, modal utamanya adalah kemauan dan kemampuan, termasuk di dalamnya daya juang. Selain itu kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi. Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UKM membuat kemampuan UKM berkiprah dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu permasalahan yang dianggap mendasar adalah adanya kecendrungan dari pemerintah dalam menjalankan program untuk pengembangan UKM seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap kebijakan lain yang berdampak merugikan usaha kecil (seperti halnya yang pernah terjadi di Jepang di mana kebijakan UKM diarahkan untuk mengkoreksi kesenjangan antara usaha besar dan UKM), sehingga sifatnya adalah tambal-sulam. Padahal seperti kita ketahui bahwa diberlakunya kebijakan yang bersifattambal-sulam membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi dari peraturan dan pelaksanaannya, sehingga tujuan pengembangan UKM pun kurang tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi penanganan UKM dengan serius, agar supaya dapat memanfaatkan potensinya secara maksimal. Salah satu pembenahan utama yang diperlukan adalah dari aspek regulasinya. Dengan begitu UKM  diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan terkait dengan menjaga pertumbuhan ekonomi ditengah krisis keuangan global, mengatasi masalah penyerapan tenaga kerja dan  mengatasi masalah pengurangan kemiskinan.






b.  Perenan UKM bagi Perekonomian Indonesia

Peranan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah besar sejak dulu. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, peranan UKM meningkat dengan tajam. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS). menunjukkan bahwa persentase jumlah UKM dibandingkan total perusahaan pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9%. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor ini mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita didukung oleh produksi dari UKM (59,3%). Data-data tersebut menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output.

Meskipun peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat bahkan dari hal yang paling mendasar seperti definisi yang berbeda untuk antar instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah, serta bersifat tambal-sulam. Padahal UKM masih memiliki banyak permasalahan yang perlu mendapatkan penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit bank/sumber permodalan lain dan akses pasar.

Dalam menghadapi persaingan di Zaman Era Globalisasi yang sedang bergulir tahun 2014, UKM  Republik Indonesia dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar. Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.

Bagi Indonesia pentingnya peningkatan kapasitas UKM melalui fasilitasi, utamanya dalam mengantisipasi gejolak ekonomi global dewasa ini, telah menjadi suatu prioritas, dan   menjadikannya sebagai salah satu usulan topik bahasan dalam agenda  APEC tersebut. Indonesia  juga telah merumuskan langkah kongkrit untuk peningkatan kapasitas pelaku UKM,  pada pertemuan KTT APEC 2013, yang intinya bermuara pada fasilitasi kepada para pelaku UKM agar bisa meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi persaingan global. Melalui APEC tersebut,  Indonesia juga menjajaki kerja sama pengembangan UKM dalam berbagai bidang dengan sejumlah negara-negara anggota APEC, di antaranya China Taipeh, Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang. Penguatan UKM sebagai bantalan dalam menjamin pertumbuhan ekonomi regional merupakan langkah terobosan yang diinisiasi Indonesia karena UKM terbukti  paling resisten mampu bertahan dari guncangan ekonomi global.

Dengan semakin terbukanya pasar ekonomi APEC  maka pengembangan jaringan usaha, pemasaran dan kemitraan usaha menjadi satu strategi yang  perlu terus  diperluas dengan berbagai macam pola jaringan,  dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun pengembangan kluster. Dengan metode jaringan usaha melalui sub kontrak dapat dijadikan sebagai alternatif bagi eksistensi UKM di Indonesia. Sedangkan pola pengembangan jaringan melalui pendekatan kluster, diharapkan menghasilkan produk oleh produsen yang berada di dalam klaster bisnis sehingga mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan dapat bersaing di pasar global (locally connected dan globally competitive).

Untuk menunjang kegiatan produksi UKM-UKM di Indonesia, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi pemilik UMKM dalam mengatasi masalah modal. Pemerintah menyalurkan kredit usaha mikro kecil menengah (UMKM) di sejumlah wilayah di Tanah Air melaui beberapa Bank yangada di Indonesia. Dari tahun ketahun, jumlah modal yang diberikan kepada parapemilik UMKM semakin meningkat. UMKM kita memang telah jauh tertinggal dibandingkan dengan sektor usaha lainnya di Indonesia. Karena itu mereka perlu diberi semacam insentif penurunansuku bunga serta kemudahkan akses. Meskipun UMKM kita jauh tertinggal dibandingkan dengan sektor usaha lainnya, namun UMKM tetap menjadi penggerak pertumbuhan. Oleh karena itu perbankan memandang sektor ini secarapositif dengan tetap menjalankan kebijakan ekspansi, apalagi Indonesia telah ikutserta dalam perdagangan bebas atau ACFTA. Untuk menghadapi hal tersebut, pemerintah juga mengadakan beberapa program untuk menunjang kebutuhan parapemilik UMKM. Hal tersebut bertujuan agar produksi dalam negeri mampu bersaing dengan produksi dari luar negeri. Program yang dilakukan pemerintah antara lain dengan memberikan pembekalan, penyuluhan, serta memberikan kredit sepertiyang telah disebutkan di depan. Kementerian Koperasi dan UKM meminta perbankan penyalur kredit usaha rakyat (KUR) merespons hingga tuntas setiap proses pengajuan permodalan yang disampaikan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Potensi UKM di Indonesia ke depan masih terus berkembang. Sebab itu, sentra-sentra produksi UKM harus dikelola dan dipersiapkan secara cermat. Jika ada masalah yang di hadapi pelaku UKM, pemerintah daerah harus cepat dan tanggap bisa menyelesaikan. Pemasaran produk UKM dimulai dari lingkup kecil dulu, seperti kabupaten/provinsi. Setelah itu, baru didorong agar nasional dan go international dikarenakan sektor UKM adalah basis utama kemandirian ekonomi. Kedepan, pembangunan nasional tidak bisa lagi hanya mengandalkan sektor usaha formal yang padat modal tapi harus mulai diimbangi dengan sektor usaha informal. Pemerintah daerah harus mendorong peningkatan daya saing UKM denganm meningkatkan pembangunan infrastruktur yang bisa mempermudah pemasaran produk UKM.

c.   Peran pemda dalam tumbuhkan UKM
Pemerintah daerah (pemda) memiliki peran yang sangat strategis dalam menumbuh-kembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) di daerah. Dengan karakteristiknya yang relatif aman dari faktor-faktor eksternal, seperti kondisi ekonomi global, karena lebih banyak mengandalkan sumber daya (bahan baku) di dalam negeri, UKM relatif lebih mudah dikembangkan.Semua juga sepakat jika UKM memiliki peran yang sangat vital dalam pembangunan ekonomi di daerah maupun dalam mengurangi pengangguran. Tentu, pemda harus memberikan perhatian bagi tumbuh dan berkembangnya lapangan usaha yang kerap disebut sebagai “katup penyelamat” itu. Pemda harus memberikan kontribusi yang nyata bagi UKM di saat mereka harus berjuang untuk bertahan menyusul terjadinya serbuan produk impor di pasar dalam negeri.
Jika selama ini, kecenderungan pemerintah, tak terkecuali pemda, lebih fokus ke korporasi besar. Tentu, saat ini kecenderungan itu harus diubah. UKM harus lebih didorong dan diperkuat peran sertanya untuk bersama-sama membangun ekonomi daerah. UKM yang banyak tumbuh di berbagai daerah harus kembangkan oleh pemda, karena bisa menjadi salah satu kunci bagi peningkatan ekonomi daerah. Salah satu cara mengembangkan UKM adalah mendorong bank-bank maupun lembaga non-bank yang ada di daerah untuk membiayai UKM.
Harus diakui, saat ini keterlibatan bank dalam pembiayaan UKM masih rendah. Rendahnya penggunaan jasa perbankan sebagai sumber modal karena beratnya persyaratan yang harus dipenuhi UKM, prosedur pinjaman kredit yang cukup lama dan tingginya bunga yang diterapkan. Pembiayaan kredit ekspor dan kredit murah yang diberikan pemerintah sulit diperoleh UKM. Sekalinya didapat mereka dibebankan oleh bunga yang berat. Bunga pinjaman untuk UKM memang masih terlalu tinggi sehingga pertumbuhan UKM terhambat karena kesulitan mendapatkan pinjaman usaha berbunga rendah. Sampai saat ini bunga kredit terendah untuk UKM adalah skema Kredit Usaha Rakyat (KUR).  KUR dinilai masih tinggi yakni 14% – 16% dengan jaminan. KUR tanpa jaminan bunganya bisa 22%.
Disini peran pemda sangat penting, bagaimana bisa menekan industri perbankan untuk menurunkan rentang suku bunga kredit dan deposito agar bisa memberikan pinjaman dengan bunga lebih rendah. Di negara tetangga bunga bank paling besar 7%, sedangkan di Indonesia bisa sampai 14%. Kondisi ini memperlemah daya saing produk Indonesia dibandingkan negara lain. Disamping itu, pemda juga harus mempermudah, memperlancar dan memperluas akses UKM. UKM harus diberikan kesempatan yang sama, agar masyarakat dapat lebih produktif dan mampu memanfaatkan kesempatan yang memiliki potensi besar.
          Harus diakui pula, saat ini kondisi UKM yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia masih belum ideal, baik dari segi kualitas, permodalan, maupun akses informasi. Selain itu, dengan adanya perdagangan bebas maka tantangan kompetisi pasar juga terus meluas. Sebab itu, diharapkan ada kebijakan yang tepat dan komprehensif yang dikeluarkan oleh pemda untuk membangun sektor UKM. UKM diyakini mampu meningkatkan volume perdagangan serta mampu go international. Syaratnya, pemda memberikan kemudahan akses kredit perbankan, yang dibarengi dengan capacity building seperti alih teknologi dan peningkatan SDM, serta kemudahan perizinan dan legalitas usaha.
Data BPS menyebutkan UKM termasuk yang skala mikro adalah pelaku usaha terbesar di Indonesia dengan porsi 99.9% pelaku usaha nasional. Namun, dari jumlah itu, sekitar 60-70%  atau 50 juta unit UKM belum memiliki akses ke pembiayaan. Jika dibanding dengan negara-negara lain di Asia, akses pembiayaan di Indonesia tergolong yang terendah. Indonesia hanya sedikit lebih baik dari India namun tertinggal dari Srilanka. Dari sumbangannya terhadap PDB nasional, UKM juga memiliki kontribusi yang cukup besar. Sektor UKM diperkirakan menyumbang 53% atau lebih dari setengah PDB Indonesia. Bidang-bidang usaha UKM juga beragam, di antaranya makanan, minuman, jasa, pertanian, perikanan, kerajinan, retail, dan transportasi. Dengan jumlah pelaku yang sedemikian besar, dan jika didukung kebijakan yang tepat, seharusnya UKM dapat kuat dan terus tumbuh di berbagai daerah.
Daerah dalam upaya pengurangan angka kemiskinan sangat tepat dengan memberdayakan UKM. Namun, upaya memberdayakan UKM hanya bisa berjalan lancar apabila pelaku UKM diberi kemudahan untuk akses ke lembaga perbankan. Dengan porsi pembiayaan yang kecil dari perbankan, menandakan intermediasi perbankan belum optimal dan ke depan perlu ditingkatkan. Dalam hal ini, dibutuhkan peran konkret dari pemda dan sektor perbankan dalam pemberdayaan UKM, khususnya dalam akses pembiayaan, mengingat permodalan masih merupakan kendala yang sering dihadapi para pelaku UKM.
Dalam kondisi UKM saat ini yang masih sulit berkembang, bantuan pemda terhadap UKM juga harus diperluas, antara lain membangun sistem pendukung seperti pengembangan penyedia jasa usaha dan lembaga pelayanan bisnis, sertapengembangan pasar bagi produk yang diproduksi. Pinjaman bagi UKM jangan dipersulit, yang penting dipantau penggunaannya. Pemda hendaknya jangan hanya memberikan bantuan, melainkan juga harus membimbing mereka agar usahanya berkembang.
Selain membantu membuka akses pendanaan dari perbankan, pemda juga harus memberikan kemudahan izin usaha bagi UKM. Ini menjadi bagian dari tugas pemda untuk mendukung program yang sistematis, bagi UKM, terutama yang baru memulai usaha. Pemda harus mendorong semua kegiatan yang berkaitan menumbuhkan wirausaha baru di Indonesia. Saat ini jumlah pengusaha berkualitas di Indonesia masih terlalu sedikit. Itu sebabnya, pemda dan masyarakat perlu meningkatkan jumlah pengusaha.


BAB III
Kesimpulan
Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang  usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat  karena Pertumbuhan UKM di Indonesia membawa dampak baik bagi perkembangan ekonomi,,tanpa disadari UKM juga telah mampu mengurangi angka pengangguran dimasyarakat, sekaligus juga meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus selalu memerhatikan keadaan UMKM di Indonesia. Supaya kelangsungan perekonomian selalu terjaga, serta mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang ada.


Daftar Pustaka





Sabtu, 21 Juni 2014

PI



PEREKONOMIAN INDONESIA
Mengidentifikasi Perkembangan Perekonomian Indonesia
( Orde Lama – Reformasi )










Kelas : 1EB20

Nama Kelompok :
Ajeng Wulandari               ( 20213520 )
Ani Findriyanti                  ( 21213039 )
Dwi Pratiwi                        ( 22213689 )
Ulfa Wulandari                  ( 29213030 )
Yuni Rido Asih                  ( 29213594)
                                          I.            PENDAHULUAN

A.   LatarBelakang
Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman,tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Perubahan yang  secara umum terjadi pada  perekonomian yang dialami suatu Negara sepertiinflasi ,pengangguran , kesempatan kerja, hasil produksi, dan sebagainya. Jika hal ini ditangani dengan tepat maka suatu Negara mengalami keadaan ekonomi yang stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang ada Negara tersebut.
Lalu bagaimanakah dengan Negara kita yaitu Indonesia ? Indonesia dari segi ekonomi merupakan negara yang sedang dalam tahap pengembangan untuk menjadi Negara maju. Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak mudah memang menghadapi berbagai persoalan ekonomi yang terjadi, tentu pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk menstabilkan perekonomian di Indonesia .  Dalam kesempatan ini penulis  akan menjelaskan tentang kondisi Perekonomian Indonesia dari Masa Orde Lama hingga Era Reformasi.

B.   Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini difokuskan tentang Bagaimana Perkembangan Perekonomian Indonesia pada saat Pemerintahan Soekarno hingga saat ini dengan segala cara dan kesulitannya pada masa itu.

C.   Tujuan
 Untuk memberikan suatu wawasan dan pengetahuan mengenai perekonomian Indonesia bagi penulis dan pembaca, agar lebih memahami perkembangan ekonomi di Indonesia secara luas. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan penyelesaian tugas makalah mata kuliah Perekonomian Indonesia.
    Ekonomi Indonesia
Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.
1.     Masa Soekarno-Masa Orde Lama
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
  • Inflasi yang sangat tinggi
Disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada saat itu diperkirakan mata uang Jepang yang beredar di masyarakat sebesar 4 milyar. Dari jumlah tersebut, yang beredar di Jawa saja, diperkirakan sebesar 1,6 milyar. Jumlah itu kemudian bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank.
Dari bank-bank itu Sekutu mengedarkan uang cadangan sebesar 2,3 milyar untuk keperluan operasi mereka. Kelompok masyarakat yang paling menderita akibat inflasi ini adalah petani. Hal itu disebabkan pada zaman pendudukan Jepang petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan mata-uang Jepang. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit bangsa Indonesia, tanggal 6 Maret1946, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, tidak akan ada mata uang baru.
Oleh karena itulah pada bulan Oktober 1946 Pemerintah RI, juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang. Untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November1946. Bank Negara ini semula adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Bank negara ini bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing.
  • Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
Blokade laut ini dimulai pada bulan November 1945 ini, menutup pintu keluar-masuk perdagangan RI. Adapun alasan pemerintah Belanda melakukan blokade ini adalah:
  1. Untuk mencegah dimasukkannya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
  2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
  3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang bukan Indonesia.
  • Kas negara kosong.
  • Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
  • Tanah pertanian rusak :
1.Tenaga kerja dijadikan romusha
2.
Tanah pertanian ditanami tanaman keras
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
  • Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
  • Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India seberat 500000 ton, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  • Konferensi ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  • Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari1947
  • Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 yaitu mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  • Pada tanggal 19 Januari1947 dibentuk Planing Board (badan perancang ekonomi yang bertugas untuk membuat rencana pembangunan ekonomi jangka waktu 2 sampai tiga tahun). Kemudian IJ Kasimo sebagai menteri Persediaan Makanan Rakyat menghasilkan rencana produksi lima tahun yang dikenal dengan nama Kasimo Plan, yang isinya :
  1. Memperbanyak kebun bibit dan padi unggul
  2. Pencegahan penyembelihan hewan pertanian
  3. Penanaman kembali tanah kosong
  4. Pemindahan penduduk (transmigrasi) 20 juta jiwa dari Jawa ke Sumatera dalam jangka waktu 1-15 tahun.
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.


Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
  • Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
  • Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan kredit.
  • Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
  • Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
  • Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
  • Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
  • Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
  • Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
  • Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
  • Untuk memajukan pengusaha pribumi.
  • Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
  • Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
  • Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
  • Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
  • Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
  • Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:
  • Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
  • Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
  • Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut
2.     Orde Baru
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.
Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.
Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.
Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah OrdeBaru di Indonesia.
·         Pelita I
Pelita I dilaksanakan mulai1 April 1969 sampai 31 Maret1974, dan  menjadi landasan awal pembangunan masa OrdeBaru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
·         Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret1979.Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil.Padaawal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhirPelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
·         Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.

·         Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret1989.Titik berat Pelita IV ini adalah sector pertanian untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadiresesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus.
·         Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekan kan pada sector pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
·         Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI  ini ditekankan pada sector ekonomi yang berkaitan dengan industry dan pertanian, serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak pembangunan. Namun pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
3.     Masa Reformasi

Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit kronis dan berakar di sejarah.Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiscal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi – akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bias mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah.Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak kebelakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.
Perekonomian
Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan Negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkanakan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatannasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bias terwujud apa bila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini di dalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indicator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu Negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa  aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya.
Dalam data yang disajikan secara terperinci,dapat dilakukan pengkajian – pengkajian terperinci dan focus untuk menentukan dasar inflasi.
                                       II.            Kesimpulan
Indonesia memiliki pemerintahan presidensial dimana peran presiden sangat penting sebagai kepala negara serta pemerintah untuk mengatur perekomonian indonesia yang berbasis pasar. Indonesia merupakan negara kesatuan indonesia yang berarti negara yang berkedaulat berada ditangan rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik yang pernah ada di indonesia anatara lain adalah sistem perekomonian pada masa presiden pertama indonesia yaitu Soekarno (Masa orde lama) kemudian dilanjut masa presiden soeharto(Masa orde baru) dan masa pemerintahan Habibie (Reformasi).
Pada masa pemerintahan Soekarno yaitu masa orde lama merupakan awal kemerdekaan indonesia,namun keadaan ekonomi keuangan sangat buruk seperti tingginya kenaikan inflasi karena kebijakan fiscal dan kibijakan moneter sama sekali tidak prudent dalam kata lain jika perlu uang,cetak saja serta membuat mata uang tidak terkendalikan. Pada masa orde lama hanya tiga mata uang yang berlaku diwilayah RI antara lain mata uang De Javasche bank,mata uang pemerintahan hindia-belanda,mata uang penduduk jepang. Oleh karena itu pada bulan oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan uang kertas baru yaitu OR I(Oeang Republik Indonesia) Sebagai pengganti mata uang jepang serta membentuk Bank Negara Indonesia pada tanggal 1 November 1946 bank tersebut bertugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi pada masa itu seperti gunting syafruddin,sistem ekonomi gerakan benteng,nasionalisasi de javasche bank,sistem ekonomi ali-baba dan persaingan finansial ekonomi.
Di zaman pemerintahan presiden soeharto (Masa orde baru), pemerintah berusaha menekankan inflasi akan tetapi tidak bisa dibawah 10 persen pertahun dikarenakan Bank Indonesia masih mempunyai misi ganda antara lain sebagai agent of development yang dapat mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Krisis finansial asia tenggara yang melanda indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik,walaupun sudah dilakukan Rencana pembangunan lima tahun (Repelita) dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak ,masih saja belum menstabilkan nilai rupiah dalam jangka yang cukup lama sehingga presiden soeharto mengundurkan diri pada mei 1998.
Awal reformasi yaitu pada masa pemerintahan BJ Habibie fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah tetapi tetap saja inflasi masih lebih besar dari pada 5 persen pertahunnya karena inflationary expectation yang selalu bercermin pada negara.
                                     III.            DaftarPustaka